Penangkaran Penanaman VUB Sorgum Tingkatkan Agribisnis Lampung Utara
dilaporkan: Setiawan Liu
Lampung, 25 Februari 2021/Indonesia Media – Awal Maret 2021, Gabungan kelompok Tani (Gapoktan) Maju Jaya Tani dari Desa Sukamaju, Kec. Bunga Mayang Lampung Utara akan meresmikan penangkaran penanaman Varietas Unggul Baru (VUB) sorgum Bioguma II (dua) seluas dua hektar, Bioguma III (tiga) seluas tiga hektar. Gapoktan dipercaya untuk program penangkaran VUB Sorgum. “Kami termasuk ketua Gapoktan, Surono dan Sekretariat Wilayah ICD (Indonesia Cerdas Desa) Forum, Lampung optimis dengan agribisnis khususnya sorgum,” kata Sekretaris Wilayah ICD Lampung Adi Candra
Prospek penanaman sorgum khususnya di Lampung Utara, kondisi sekarang ini berupa lahan seluas 190 hektar. Kegiatan penangkaran masih terus berjalan termasuk perluasan lahan dengan excavator. Acara peresmian penangkaran akan dihadiri kepala dinas pertanian, Kepala Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB) Lampung Utara, jajaran SKPD Perkebunan dan Ketahanan Pangan. “Kami sudah fixed dengan jadual acara peresmian, (yakni) tanggal 3 Maret (Rabu) mendatang di kecamatan Bunga Mayang Lampung Utara. Kami percaya dengan magic three (mukjizat angka tiga). Semua hal terkait dengan rencana peresmian berhubungan dengan angka tiga, (yakni) Bioguma 3, luas lahan 3 hektar, peresmian tanggal 3 bulan 3 (Maret),” kata Adi Candra.
Keseluruhan luas lahan untuk penangkaran benih sorgum mencapai lima hektar. Tapi lahan seluas dua hektar berada pada titik berbeda. Dua hektar juga diproyeksikan untuk varietas berbeda juga. Per tanggal 25 Februari (kamis), petani masih melakukan pembajakan dengan excavator. “Dengan slogan ‘Lampung Utara Bangkit’ petani sorgum Lampung juga semakin termotivasi. Kementerian Pertanian kan juga concern dengna program penanaman benih sorgum manis VUB Agritan Bioguma, sertifikasi nasional,” kata Adi Candra
Di tempat berbeda, wakil ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi melihat keberhasilan dunia pertanian adalah keberhasilan rakyat Indonesia. Tetapi fokus perhatian aparat desa, kecamatan, walikota sampai gubernur masih kurang. “Camat, kepala desa lebih senang dengan usaha pembebasan tanah ketimbang pengelolaan musim tanam lahan pertanian. Sehingga areal sawah berubah menjadi property, industri,” kata Dedi.
Aktivitas penyuluh pertanian sekarang ini juga tidak lebih baik dibanding zaman dulu, termasuk pada masa pemerintahan Alm. Soeharto (presiden kedua Republik Indonesia). Penyuluh zaman dulu aktif turun ke lapangan sampai bisa mengidentifikasi mana (proses) bermasalah, mana yang tidak. “Hari ini tidak ada lagi. Sekarang mereka (penyuluh pertanian) minta honor terlebih dahulu. Ujung-ujungnya, kementerian pertanian yang salah,” tegas Dedi. (sl/IM)