Program Investasi Tanam Durian di Parimo Diduplikasi pada Yapen
dilaporkan: Setiawan Liu
Jakarta, 1 Januari 2024/Indonesia Media – Musangking Yapen Outreach mengadopsi program kerjasama investasi penanaman durian di kabupaten Parigi Moutong (Parimo) Sulawesi Tengah (Sulteng) untuk daerah lain, terutama kab. Kepulauan Yapen, Papua melalui skema dana otonomi khusus (otsus). “Ide muncul sejak tahun lalu, ketika menawarkan program penanaman durian di Parimo,” Elias Tana Moning (ETM) dari Outreach mengatakan kepada Redaksi.
Kendatipun program investasi di Parimo belum diminati investor, tapi solusi untuk rencana serupa di Yapen diyakini bisa efektif berjalan. Konsep di Parimo dengan skema bagi hasil, fifty fifty antara investor dan Outreach. Hitung-hitungannya, satu hektar rencana penanaman dengan biaya sekitar Rp 150 juta. Biaya tersebut sudah mencakup semuanya. Sehingga dalam kurun waktu lima tahun kemudian, panen pertama sudah bisa diraup. “(skema investasi) tidak dianggap menguntungkan. Mereka (investor) maunya panen cepat, sehingga dalam kurun waktu satu tahun, sudah bawa untung. Padahal, investasi Rp 150 juta hanya sekali saja. Bahkan biaya sebelumnya Rp 300 juta, tapi kami kasih kesempatan hanya dengan Rp 150 juta,” kata ETM melalui sambungan telpon.
Belajar dari pengalaman di Parimo, Outreach mencari peluang lain dengan skema dana otsus di Yapen. Dana tersebut diupayakan lewat jaringan perwakilan masyarakat adat, dan bukan partai politik. Sebagian besar petani di Yapen adalah anggota masyarakat adat. Ada tujuh suku di Yapen yang diharapkan tertarik untuk menanam durian. “Saya rangkul mereka, dan mau menyediakan lahan tanam. Tanam durian bukan pekerjaan mudah, dan biayanya relative mahal. Sehingga bibit, zat perangsang tumbuh, pupuk, kegiatan bimtek (bimbingan teknis) lewat program pengadaan,” kata ETM.
Outreach mengajukan dana lewat masyarakat adat sebagai pemilik proyek. Selain, dana untuk proyek masyarakat di Yapen juga berasal dari koperasi Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Sehingga ada kemungkinan juga alokasi dana melalui anggaran dana desa/DD sebesar Rp 1 milyar per desa. Asumsinya, ada sekitar 300 kepala keluarga (KK) di satu desa di Yapen. “Bagi saya, aspek social lebih penting daripada bisnis untuk program durian di Yapen. Karena masyarakat Yapen nantinya kerja pada tanahnya sendiri, dan dibiayai program Outreach. Dengan rasa memiliki pada tanahnya, mereka harus mau bekerja garap lahan tanahnya dengan penanaman durian. Dengan demikian, rasa memiliki terbangun dan menjaga agar masyarakat tidak beralih profesi sebagai petani,” kata ETM. (sl/IM)